Rabu, 15 Januari 2014

Yuniwati Khairunnisa (A1B113033) word

1 komentar
Yuniwati__Khairunnisa_A1B11303.

Yuniwati Khairunnisa (A1B113033) Power Point

0 komentar
Yuniwati__Khairunnisa_A1B11303

Yuniwati Khairunnisa (A1B113033) word

0 komentar

Nama               : Yuniwati Khairunnisa
NIM                : A1B113033
Program Studi  : PBSI
Mata Kuliah     : TIK

Perkawinan Dayak Maanyan di Kalimantan

Suku Maanyan merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Maanyan. Suku-suku Dusun termasuk golongan Rumpun Ot Danum, salah satu rumpun suku Bangsa Dayak sehingga disebut juga Dayak Maanyan. Suku Maanyan mendiami bagian timur Kalimantan Tengah terutama di kabupaten Barito Timur dan sebagian kabupaten Barito Selatan yang disebut Maanyan I. Suku Maanyan juga mendiami bagian utara Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Tabalong yang disebut Dayak Warukin. Dayak Balangan (Dusun Balangan) yang terdapat di Kabupaten Balangan dan Dayak Samihim yang terdapat di Kabupaten Kotabaru juga digolongkan ke dalam suku Maanyan. Suku Maanyan di Kalimantan Selatan dikelompokkan sebagai Maanyan II. Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860 yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.
Menurut situs “Joshua Project” suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.
Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa subetnis. Suku terbagi menjadi 7 subetnis, diantaranya :
* Maanyan Paju Epat (murni)
* Maanyan Dayu
* Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar)
* Maanyan Tanta (ada pengaruh Banjar)
* dan lain-lain
Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas diperoleh data tentang suku Dayak Maanyan sebagai berikut:
.
Suku Dayak Maanyan
Jumlah populasi
kurang lebih 71.000 jiwa
Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan
Kelompok etnis terdekat
Asal Mula Suku Dayak Maanyan
Menurut F. Ukur kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa.
Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas, Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang, Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai.
Nan Sarunai menjadi tempat yang makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang.
Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa".
Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru diberi nama "Batang Helang Ranu". Karena tidak aman Batang Helang Ranu itupun ditinggalkan, lalu menyebar ke daerah Barito Timur dengan pembagian Paju IV, Paju X dan Banua Lima.
Sekitar abad ke 16 datanglah Lebai Lamiyah meng-Islamkan, kecuali Paju IV, sampai ke Kampung Sarapat. Itulah sebabnya di daerah Paju IV masih ada Hukum Kematian dengan membakar tulang dan mayat. Karena ajaran-ajaran agama Islam sangat berbeda dengan adat istiadat dan kebudayaan mereka, maka kembalilah mereka ke status kepercayaan asli mereka semula. Akibatnya disana sini ada perubahan termasuk tak ada "Mapui" atau Pembakaran Mayat.
Penghujung abad ke 18 Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun 1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto, kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan hal lain disebut "Ulun Hakei".
kata Maanyan masih simpang siur mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung Kadumanyan.
Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet, rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana.
SEJARAH SUKU
1.a. Berbicara untuk memahami Kebudayaan Dayak Maanyan sekarang bukanlah mudah. Perubahan begitu cepat yang telah dialami suku ini terutama setelah lebih setengah abad berlalu. Nilai -nilai telah bergeser dan berubah, karena pengaruh yang masuk ke tengah-tengah masyarakatnya. Pengaruh Pemerintah Belanda, Jepang, zaman pergolakan hingga tercapainya kemerdekaan bangsa kita, zaman Orde Baru dan setelah keruntuhan orde baru sampai Pemerintahan saat ini.
Sumbangan berupa pemikiran terutama bagi peminat serta bersedia mau membangun dan mengembangkan masyarakat Dayak Maanyan sangat diharapkan pada masa ini. Terutama mendampingi mereka dalam gejolak perubahan tajam meninggalkan kepercayaan lama dari benturan-benturan yang mungkin merugikan. Jalan yang memungkinkan dengan memperhatikan sejarah, adat kebiasaan dan budaya suku ini.
Menurut F. Ukur kelompok ini berasal dari Asia Selatan termasuk Proto Melayu. Dari ceritera yang dituturkan oleh Wadian Matei dalam upacara kematian Marubia Kiyaen, kelompok suku ini pernah melewati Sri Bagawan dan kota Lingga. Di dalam Kiyaen itu, tidak pernah disebut-sebut nama-nama tempat di Sumatera dan Jawa.
Kiyaen adalah kisah perjalanan suku ini. Besar kemungkinan melalui atau melewati Kalimantan bagian Utara memakai Banung atau bahtera, kemudian menyusuri pantai timur Kalimantan, Selat Makassar. Banung mereka ada yang sesat ke Pilipina selatan, ada pula singgah di Tanjung Pamukan dan kemudian dikenal dengan Dayak Sumihin menempati Tanah Gerogot selatan.
Dikisahkan bahwa rombongan utama yang dipimpin oleh Datuk Sigumpulan dan isterinya Dara Sigumpulan tiba disuatu tempat yang bernama Gusung Kadumanyan atau Gusung Malangkasari tidak jauh dari Ujung Panti di tepi sungai Barito. Tidak diketahui dengan jelas mengapa kelompok ini berpindah-pindah dari sana ke Bakumpai Lawas, Jengah Tarabang, Katuping Baluh, Bamban Sabuku, Kupang Sundung, Unsum Ruang, Eteen (Balangan) dan kemudian Nan Sarunai.
Nan Sarunai menjadi tempat yang makmur dan maju. Tata pemerintahan sudah teratur. Diperkirakan letaknya di sekitar Banua Lawas, Pasar Arba di hilir Kelua sekarang.
Pemerintahannya dipegang oleh semacam dewan, terdiri dari 40 orang yang mempunyai keahlian masing-masing. Sebagai pimpinan pemerintahan pada masa itu adalah Ambah Jarang dengan dibantu oleh 7 orang Uria dan 12 orang Patis.
Ketika Nan Sarunai mencapai puncak kemajuannya, tiba-tiba diserang oleh pasukan dari Jawa. Kejadian tersebut terkenal dengan ungkapan "Nan Sarunai hancur, usak Jawa".
Sebagian kecil penduduknya melarikan diri dan membangun tempat baru diberi nama "Batang Helang Ranu". Karena tidak aman Batang Helang Ranu itupun ditinggalkan, lalu menyebar ke daerah Barito Timur dengan pembagian Paju IV, Paju X dan Banua Lima.
Sekitar abad ke 16 datanglah Lebai Lamiyah meng-Islamkan, kecuali Paju IV, sampai ke Kampung Sarapat. Itulah sebabnya di daerah Paju IV masih ada Hukum Kematian dengan membakar tulang dan mayat. Karena ajaran-ajaran agama Islam sangat berbeda dengan adat istiadat dan kebudayaan mereka, maka kembalilah mereka ke status kepercayaan asli mereka semula. Akibatnya disana sini ada perubahan termasuk tak ada "Mapui" atau Pembakaran Mayat.
Penghujung abad ke 18 Belanda dapat dengan mudah berkuasa atas kelompok yang sangat mencintai kedamaian dan ketentraman ini. Kemudian diikuti oleh penyebaran agama Kristen Protestan. Masih pada ujung abad itu sudah ada diantara penduduk yang dibaptis oleh Pendeta Tromp dari Zending Bremen. Agama Kristen merambat masuk melalui Kuala Kapuas. Misi itu diikuti dengan mendirikan gedung gereja di Tamianglayang tahun 1933 dan sekolah Rakyat di beberapa kampung. Semula menempati Kampung Beto, kemudian Murutuwu, akan tetapi kampung tersebut menolak misi itu.
Dengan dibukanya sekolah tadi maka daerah ini menerima perubahan yang sangat berarti. Melalui pendidikan kemudian, orang Maanyan mulai masuk dan menjadi Kristen yang dikenal dengan "Ulun Ungkup", sedang yang menjadi Islam karena perkawinan dan hal lain disebut "Ulun Hakei".
kata Maanyan masih simpang siur mengartikannya. "Ma" artinya ke dan "anyan" berarti tanah kering dan berpasir. Jadi orang yang mendiami tanah kering dan berpasir, tetapi ada juga yang berpendapat dan mengartikan, ialah orang yang mendiami Gusung Kadumanyan.
Kelompok ini sudah mengenal bertani ladang dengan memperhatikan bintang "Awahat". Mata pencaharian lain yakni berburu, menangkap ikan, membuat perahu dan lain-lain. Ketika ini tetap berladang, berkebun karet, rotan dan buah-buahan dan berternak babi. Jika dahulu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang sudah merupakan tambahan nilai ekonomis.
Sebelum perang dunia kedua sudah banyak keluar untuk mencari lahan baru dan lebih subur. Disamping hutan merupakan sumber usaha tambahan. Mengumpulkan hasil hutan dan usaha membuat perahu. Karena hutan semakin menipis, maka pertanda kemunduran bagi hidup dan kehidupan mereka. Kemana lagi? kini lebih 40% menjadi buruh dan pegawai meninggalkan tempat asal mereka, menyebar kemana-mana.

1b. Suku Dayak Maanyan tidak mengenal raja. Pemimpin merupakan Kepala Suku. Yang menjadi pemimpin karena kecakapan, jujur, adil, dan berani. Pemimpin yang lalim tak akan terpilih. Pemilihan melalui musyawarah kemudian didudus atau dinobatkan. Di dalam pendudusan ia harus berjanji berlaku jujur dan adil.Pemimpin tertinggi disebut Damung merangkap Uria. mengatur pemerintahan merangkap menjadi Panglima atau orang kebal,menjaga keamanan. Penghulu atau Kepala Adat mengatur jalan dan ketaatan Hukum Adat. Balian atau Wadian melaksanakan kepercayaan. Pada waktu ini hanya ada Kepala Adat dengan beberapa orang anggotanya terdiri dari Mantir dang Penghulu, termasuk para Balian. Sedangkan Kampung dipimpin oleh Kepala Kampung. Kepala Kampung sekarang lebih terpilih dari kehendak Pemerintah ketimbang pilihan rakyatnya.

2.a. Kepala Adat dan Penghulu bertanggung jawab dibidang Adat, melaksanakan, mengatur agar tidak salah menurut kebiasaan adat. Dalam pelaksanaan selalu melalui musyawarah termasuk harus disaksikan oleh Kepala Kampung.

2.b. Pada Suku Dayak Maanyan sejak anak masih di dalam kandungan ada upacaranya : Naranang bila anak dalam rahim sudah meningkat 7 bulan, terutama pada kelahiran atau kehamilan yang pertama kali. Kemudian ada upacara "Malas Bidan" dan memberi nama berlaku sesudah tanggal tali pusat si bayi. Dan ada lagi pesta "Nganrus ia" atau "Mubur Walenun"atau pesta turun mandi. Ketiga upacara tersebut selamanya memakai Balian.
Upacara adat dalam system kekeraabatan Suku Dayak :
Perkawinan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeqbtvDzFo29EAaZEvFsRgoUSO0G2rE-DHVgbdsDiCfXhwqGPB94TufHqq8oTGFaqN0BiMnfVPMCg5YxFOcSgQMwPHH39vsGpG2IrifhcjjY6oLQI8WdWeK0hngnul-4UA1agQdStSM3s/s400/Iwurung+Jue+Dayak+Maanyan.jpg Orang Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik, pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat ditentukan oleh pihak wanita.Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis.Cara-cara lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala", "Mangkau" dan cara kawin "Lari

b)    Kelahiran 
Menurut tradisi di kalangan masyarakat Dayak , pada saat melahirkan biasanya diadakan upacara memukul gendang/gimar dan kelentangan dalam nada khusus yang disebut Domaq. Hal itu dimaksud agar proses kelahiran dapat berjalan dengan lancer dan selamat.  Setalah bayi lahir, tali pusar dipotong dengan menggunakan sembilu sebatas ukuran lutut si bayi dan kemudian diikat dengan benang dan diberi ramuan obat tradisional, seperti air kunyit dan gambir. Alas yang digunakan untuk memotong tali pusar, idealnya diatas uang logam perak atau bila tidak ada adapat diganti dengan sepotong gabus yang bersih. Langkah berikutnya bayi dimandikan, setelah bersih dimasukkan kedalam Tanggok/Siuur yang telah dilapisi dengan daun biruq di bagian bawah. Sedangkan di bagian atas, dilapisi daun pisang yang telah di panasi dengan api agar steril. Kemudian bayi yang telah dimasukan dalam Siuur itu, dibawa kesetiap sudut ruangan rumah, sambil meninggalkan potongan-potongan tongkol pisang yang telah disiapkan pada setiap ruangan tadi. Hal Itu dimaksudkan agar setiap makhluk pengganggu tertipu oleh potongan tongkol pisang itu sebagai silih berganti. Setelah itu, bayi tersebut dibawa kembali ke tempat tidur semula, kemudian disekeliling bayi dihentakan sebuah tabung yang terbuat dari bambu berisi air, yang disebut Tolakng, sebanyak delapan kali, dengan tujuan agar si bayi tidak tuli atau bisu nantinya. Setelah mencapai usia empat puluh hari, diadakan upacara Ngareu Pusokng, atau Ngerayah dalam bentuk upacara Belian Beneq, selama dua hari. Hal itu dimaksud untuk membayar hajat, sekaligus mendoakan agar si bayi sehat dan cerdas, serta berguna bagi keluarga dan masyaraka. Pada upacara ini juga merupakan awal dari diperbolehkannya si bayi di masukan dan ditidurkan dalam ayunan ( Lepas Pati ). Sebelum bayi berumur dua tahun, diadakan upacara permandian atau turun mandi di sungai untuk yang pertama kalinya. Pada upacara ini tetap dipergunakan Belian Beneq, selama satu hari, dengan maksud memperkenalkan si adak kepada dewa penguasa air yaitu Juata, agar kelak tidak terjadi bahaya atas kegiatan anak tersebut yang berkaitan dengan air (Nyengkokng Ngeragaq).
c)    Kematian
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
penguburan di dalam peti batu (dolmen)
penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Penguburan tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak mengenal tiga cara penguburan, yakni :
dikubur dalam tanah
diletakkan di pohon besar biasanya untuk anak bayi dikarenakan terdapat getah yang dianggap sebagai air susu ibu
dikremasi dalam upacara tiwah.
Prosesi penguburan
Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
Marabia
Mambatur (Dayak Maanyan)
Kwangkai Wara
Sistem religi dan kepercayaan
Golongan islam merupakan golongan terbesar, sedangkan agama asli dari penduduk pribumi adalahagama Kaharingan. Sebutan kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Umat Kaharingan percaya bahwa lingkunan sekitarnya penuh dengan mahluk halus dan roh-roh (ngaju ganan) yang menempati tiang rumah, batu-batu besar, pohon-pohon besar, hutan belukar, air , dan sebagainya. Ganan itu terbagi kedalam 2 golongan, yaitu golongan roh-roh baik (ngaju sangyang nayu-nayu) dan golongan roh-roh jahat (seperti ngaju taloh, kambe, dan sebagainya).    Selain ganan terdapat pula golongan mahluk halus yang mempunyai suatu peranan peting dalam kehidupan orang dayak yaitu roh nenek moyang (ngaju liau). Menurut mereka jiwa (ngaju hambaruan) orang yang mati meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia sebagai liau sebelum kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang dan mahluk-mahluk halus tersebut terwujud dalam bentuk keagamaan dan upacara-upacara yang dilakukan seperti upacara menyambut kelahiran anak, upacara memandikan bayi untuk pertama kalinya, upacara memotong rambut bayi, upacara mengubur, dan upacara pembakaran mayat. Upacar pembakaran mayat pada orang ngaju menyebutnya tiwah (Ot Danum daro Ma’anyam Ijambe ). Pada upacara itu tulang belulang (terutama tengkoraknya) semua kaum kerabat yang telah meninggal di gali lagi dan dipindahkan ke suatu tempat pemakaman tetap, berupa bangunan berukiran indah yang disebut sandung.

Sistem kekerabatan orang Dayak Kalimantan Tengah, didasarkan pada prinsip keturunan ambilineal, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki maupun  wanita. Pada masa dahulu, kelompok kekerabatan yang terpenting masyarakat mereka adalah keluarga ambilineal kecil yang timbul kalau ada keluarga luas yang utrolokal, yaitu sebagai dari anak-anak laki-laki maupun perempuan sesudah kawin membawa keluarganya masing-masing, untuk tinggal dalam rumah orang tua mereka, sehingga menjadi suatu keluarga luas.
Pada  masa sekarang, kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas utrolokal yang menjadi isi dari suatu rumah tangga. Rumah tangga ini berlaku sebagai kesatuan fisik misalnya dalam sistem gotong royong dan sebagai kesatuan rohanian dalam upacara-upacara agama kaharingan. Kewarganegaraan dari suatu rumah tangga tidak statis, karena keanggotaannya tergantung pada tempat tinggal yang ditentukan sewaktu ia mau menikah, padahal ketentuan itu dapat diubah menurut keadaan setelah menikah. Jika orang bersama keluarganya kemudian pindah dari rumah itu, pertalian fisik dan rohani dengan rumah tangga semula pun turut berubah.
Pada orang Dayak, perkawinan yang diangap ideal dan amat diingini oleh umum, perkawinan antara dua orang saudara sepupu yang kakek-kakeknya adalah sekandung, yaitu apa yang disebut hajenandalam bahasa ngaju (saudara sepupu derejat kedua) dan perkawinan antara dua orang saudara sepupu dan ibu-ibunya bersaudara sekandung serta antara cross-cousin.
Perkawinan yang dianggap sumbang (sala horoi dalam bahasa Ngaju) adalah perkawinan antara saudara yang ayah-ayahnya adalah bersaudara sekandung (patri-parallel cousin), dan terutama sekali perkawinan antara orang-orang dari generasi yang berbeda misalnya antara seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis dengan mamaknya.
  1. Upacara Adat Kematian Dayak Maanyan.
Para leluhur Dayak Maanyan pada jaman dahulu menganut kepercayaan Kaharingan, atau pada saat ini lebih di kenal dengan Hindu Kaharingan. Mereka memiliki berbagai upacara adat kematian. Masyarakat Dayak Maanyan dulu menggambarkan bahwa kematian adalah sebuah awal perpindahan atau perjalanan roh (adiau atau amirue) ke kemuliyaan dunia baru (tumpuk adiau) yang subur, damai, tentram, kaya raya dimana di sana ada kesempurnaan, kesehatan, awet muda dan kehidupan yang abadi. Seorang belian orang mati (wadian matei) menggambarkan amerue/adiau akan diantar ke tumpuk janang jari, kawan nyiui pinang kakuring, wahai kawan intan amas, parei jari, kuta maharuh, welum sanang, puang mukemmaringin, arai hewu (Roh yang meninggal akan dibimbing perjalanannya oleh belian menuju tempat/perkampunagn yang subur, kelapa dan pinang menghijau indah, bertabuaran intan dan emas, padi yang subur, makanan yang enak, hidup sejahtera, selalu sehat dan gembira). Gambaran ini melukiskan kehidupan setelah mati yang ada di Nirwana atau surga.
Pada dasarnya upacara adat kematian merupakan berbagai jenis upacara (serangkaian) dari kematian sampai beberapa upacara untuk mengantar adiau/roh ke tumpuk adiau/dunia akhirat.
Beriku ini beberapa upacara kematian :
Ijambe, (baca ijamme’) yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang mati. Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam, dan membutuhkan biaya yang sangat besar, dengan hewan korban kerbau, babi dan ayam. Karena mahal upacara ini dilaksnakan oleh keluarga besar dan untuk beberapa orang (tulang yang sudah meninggal) atau untuk beberapa nama.
Ngadatun, yaitu upacara kematian yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dan terbunuh tidak wajar dalam peperangan atau bagi para pemimpin rakyat yang terkemuka. Pelaksanaannya tujuh hari tujuh malam.
Miya, yaitu upacara membatur yang pelaksanaannya lima hari lima malam. Kuburan dihiasi dan lewat upacara ini keluarga yang masih hidup dapat “mengirim” makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya kepada “adiau” yang sudah meninggal.
Bontang, adalah level tertinggi dan termewah, bentuk penghormatan keluarga yang masih hidup terhadap keluarga yang telah meninggal. Upacara ini cukup lama yaitu lima hari lima malam dengan biaya yang sangat mahal. Hewan korbannya adalah puluhan ekor babi jumbo dan ratusan ekaor ayam kampung, esensinya adalah memberi/mengirim kesejahteraan dan kemapanan bagi roh/adiau yang di “Bontang”. Upacara ini bukan termasuk upacara duka, tetapi sudah termasuk upacara sukacita.
 Nuang Panuk, yaitu upacara membatur yang setingkat di bawah upacara Miya, karena pelaksanaannya hanya satu hari satu malam. Dan keburan si matipun hanya dibuat batur satu tingkat saja. Diantar kue sesajen khas dayak yaitu tumpi wayu dan lapat wayu dan berbagai jenis kue lainnya dalam jumlah serba tujuh dan susunan yang cukup rumit.
Siwah, yaitu kelanjutan dari upacara Miya yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah upacara Miya. Pelaksanaannya upacara siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti dari upacara siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil dalam upacara Miya untuk menjadi pangantu pangantuhu, atau sahabat bagi keluarga yang masih hidup.
Yang menarik dari upacara-upacara di atas adalah banyak unsur seninya, baik tumet leut (sajak yang dilantunkan dengan nada indah tapi tetap, dan tarian khas jaman dulu misalnya tari giring-giring atau nampak maupun nandrik)

Upacara adat dalam system kekeraabatan Suku Dayak :
a)    Perkawinan
http://adelkudel30.files.wordpress.com/2011/12/perkawinan-suku-dayak.jpg?w=560
Prosesi tradisi pernikahan Dayak Ngaju dilangsungkan dengan berbagai tahap. Perkawinan adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang dituakan dalam keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran. Sedangkan pihak keluarga calon mempelai wanita menyambutnya di balik pagar. Sebelum memasuki kediaman mempelai wanita. Masing-masing dari keluarga mempelai diwakilkan oleh tukang sambut yang menjelaskan maksud dan tujuannya datang dengan mengunakan bahasa Dayak Ngaju. Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan mempelai pria harus melawan penjaga untuk bisa menyingkirkan rintangan yang ada di pintu gerbang. Kemudian setelah dinyatakan menang pihak pria, maka tali bisssa digunting kemudian di depan pintu rumah, calon mempelai pria harus menginjak telur dan menabur beras dengan uang logam. Yang maksud dan tujuannya supaya perjalanan mereka dalam berumah tangga aman, sejahtera dan sentosa. Setelah duduk di dalam ruangan, terjadi dialog diantara kedua pihak. Masing-masing diwakilkan (Haluang Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur yang dimaksudkan supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah pihak.
Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih dulu menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian, sinjang entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan panginan jandau.
Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan mereka berdua. Sebelum acara berakhir, masing-masing keluarga memberikan doa restu kepada pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata undus, saling meminyaki antara dua keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan menyatukan dua keluarga besar.
Masalah perkawinan : Orang Maanyan memandang perkawinan itu luhur dan suci, karenanya diusahakan semeriah mungkin, memenuhi segala ketentuan adat yang berlaku. Dibebani dengan persyaratan yang harus diindahkan. Pada dasarnya Suku Dayak Maanyan tidak menyukai Poligami. Diusahakan pasangan yang seimbang, tidak sumbang. Perkawinan yang terbaik jika melalui kesepakatan antara kedua orang tua. Kebanyakan perkawinan masa lalu diusahakan oleh orang tua. Kini kebebasan memilih sudah tidak menjadi soal lagi. Dahulu yang menjadi ukuran orang tua, turunan, perilaku, rajin, dan terampil bekerja dirumah atau di ladang. Untuk wanita harus pandai memasak, menganyam dan kerajinan lain didalam rumah tangga. Sekarang sesuai dengan kebebasan mereka, serta sejauh rasa tanggung jawab masing-masing.
Tahap pertama keinginan kedua belah pihak disetujui oleh orang tua masing-masing, kemudian bisik kurik, pertunangan atau peminangan, menentukan waktu terbaik dan biayanya. Sedangkan biaya pada waktu ini ditetapkan ditanggung bersama, tidak seperti dahulu sangat ditentukan oleh pihak wanita.
Pesta perkawinan yang agak besar disebut "Nyumuh Wurung Jue" yakni meriah dan bergengsi. Bila perkawinan ini sumbang harus disediakan Hukum Adat "Panyameh Tutur" supaya bisa diselesaikan. Hampir semua orang pasti menghendaki cara perkawinan yang terbaik yakni melalui "Tunti-Tarutuh" atau jalan meminang si gadis.
Cara-cara lain yang kurang terhormat yaitu melalui "Ijari" cara "Mudi" dan cara yang tidak terpuji melalui "Sihala", "Mangkau" dan cara kawin "Lari"
Unsur-unsur kebudayaan yang secara universal terdapat pada masyarakat suku Dayak :
sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Dayak Kalimantan Tengah, didasarkan pada prinsip keturunan ambilineal, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki maupun  wanita. Pada masa dahulu, kelompok kekerabatan yang terpenting masyarakat mereka adalah keluarga ambilineal kecil yang timbul kalau ada keluarga luas yang utrolokal, yaitu sebagai dari anak-anak laki-laki maupun perempuan sesudah kawin membawa keluarganya masing-masing, untuk tinggal dalam rumah orang tua mereka, sehingga menjadi suatu keluarga luas.
Pada  masa sekarang, kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas utrolokal yang menjadi isi dari suatu rumah tangga. Rumah tangga ini berlaku sebagai kesatuan fisik misalnya dalam sistem gotong royong dan sebagai kesatuan rohanian dalam upacara-upacara agama kaharingan. Kewarganegaraan dari suatu rumah tangga tidak statis, karena keanggotaannya tergantung pada tempat tinggal yang ditentukan sewaktu ia mau menikah, padahal ketentuan itu dapat diubah menurut keadaan setelah menikah. Jika orang bersama keluarganya kemudian pindah dari rumah itu, pertalian fisik dan rohani dengan rumah tangga semula pun turut berubah.
Pada orang Dayak, perkawinan yang diangap ideal dan amat diingini oleh umum, perkawinan antara dua orang saudara sepupu yang kakek-kakeknya adalah sekandung, yaitu apa yang disebut hajenandalam bahasa ngaju (saudara sepupu derejat kedua) dan perkawinan antara dua orang saudara sepupu dan ibu-ibunya bersaudara sekandung serta antara cross-cousin.
Perkawinan yang dianggap sumbang (sala horoi dalam bahasa Ngaju) adalah perkawinan antara saudara yang ayah-ayahnya adalah bersaudara sekandung (patri-parallel cousin), dan terutama sekali perkawinan antara orang-orang dari generasi yang berbeda misalnya antara seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis dengan mamaknya.
Keunikan Iwurung Juwe dalam Pernikahan Suku Dayak Maanyan


blog lirik kiri kanan
Pasukan Dayak di minta mencari wurung juwe
Pemenuhan Hukum Adat bukanlah pernikahan sah, tetapi lebih mengarah kepada proses awal sebelum dilaksanakannya Akad Nikah atau Peneguhan Pernikahan menurut aturan agama dan Undang-Undang yang sah dan berlaku di negara Indonesia. Jadi setelah anda bersanding untuk memenuhi Hukum Adat tersebut, tidak lantas anda sah sebagai pasangan suami isteri, karena ini hanya merupakan proses awalnya saja.

Saya akan memberikan gambaran tentang apa itu Prosesi Adat  Iwurung Juwe dalam Suku Dayak Maanyan. Ini merupakan bagian unik dan mengandung unsur lucu (funny), karena pernikahan adalah tentang sukacita dimana dua orang manusia berlainan jenis dan seluruh keluarga keduanya disatukan menjadi satu keluarga besar.
blog lirik kiri kanan
Pasukan dayak & dayangnya mencari wurung juwe

Ketika anda (calon pengantin pria) duduk di pelaminan adat, anda akan di datangi oleh pasukan dayak dan dayang-dayangnya karena dipanggil oleh penghulu adat untuk meminta bantuan menemukan wurung juwe  (calon pengantin wanita) yang ingin anda persunting. Setelah pasukan dayak dan dayangnya bertanya apa gerangan sehingga mereka dipanggil dan dijawab oleh penghulu adat, maka merekapun mulai mencari wurung juwe tersebut.
Hal yang unik dan menarik adalah anda akan didatangkan dua orang perempuan secara bergantian oleh pasukan dayak tersebut dan mempertanyakan benar atau tidak wurung juwe yang mereka bawa adalah orang yang anda cari. Disini anda tidak boleh serta-merta menjawab "tidak" atau "ya", tetapi anda menjawab dengan cara bagaimana anda mengetahui ciri-ciri fisik sang wurung juwe yang anda cari.
blog lirik kiri kanan
wurung juwe bayangan

blog lirik kiri kanan
wurung juwe bayangan lainnya lagi di rayu
Hal yang menarik adalah anda bisa membuat guyonan seperti yang dilakukan oleh salah satu calon pengantin pria yang berkata "kebiasaan saya untuk mengetahui ciri-ciri pujaan hati saya adalah dengan memasang kacamata saya terlebih dahulu. Karena dengan kacamata ini segalanya tentang pujaan hati saya akan terlihat terang dan menyejukan hati saya".  Kadang mendengar guyonan tersebut, para tamu undangan akan ikut tertawa. Disamping itu Pasukan Dayak adalah pasukan yang memiliki karakter pandai berbicara lucu dan menarik juga, sehingga anda sebagai calon pengantin pun bisa terbawa. Misalnya begini, ketika wurung juwe yang mereka dapatkan adalah calon pengantin wanita yang anda cari, pasukan dayak bisa saja berkata "Tolong, jangan anda katakan bahwa ini wurung juwe anda, karena kami perlu orang seperti ini untuk memperbaiki keturunan kami yang kurang bagus di kampung". Candaan seperti itu ini yang menjadikan acara Iwurung Juwe menjadi sangat meriah.

Disamping itu penari atau pasukan wadian dayak ini juga memiliki kesempatan melawak dengan cara merayu perempuan yang mereka balutkan kain berwarna kuning yang di coba sebagai wurung juwe kepada anda. Karena setelah anda katakan "ini bukan wanita yang saya cari" maka para pasukan pun diperbolehkan untuk melancarkan rayuan-rayuan gombal mereka (walaupun hanya sebatas bercanda).

blog lirik kiri kanan
Suguhan tarian dayak dihadapan calon pengantin
Setelah acara mendapatkan wurung juwe ini selesai, anda juga disuguhkan tarian khusus pasukan dayak dan dayang-dayangnya dan dari situ pula anda mendapatkan wejangan langsung dari pimpinan pasukan dayak tentang bagaimana menjaga keutuhan sebuah rumah tangga agar tetap bahagia selama-lamanya.

Yuniwati Khairunnisa (A1B113033) excel

0 komentar
Yuniwati__Khairunnisa_A1B11303

Senin, 23 Desember 2013

Pantun Bahasa Banjar

2 komentar

Tugas
Mata Kuiah “Teori dan Pembelajaran Menyimak”
Dosen Drs.Sabhan,M.Pd.
Oleh Yuniwati Khairunnisa
NIM A1B113033




PROGRAM STUDI PEDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2013

Daftar Isi
A. Kumpulan Pantun
   1. Pantun Bertema Budaya Banjar
   2. Pantun Bertema Banjarmasin
   3. Pantun Bertema Bebas
   4. Pantun Bertema Idul Adha
   5. Pantun Bertema Sekolah
   6. Pantun Bertema Sumpah Pemuda
   7. Pantun Bertema Tahun Baru Hijriyah
   8. Pantun Bertema Pariwisata
   9. Pantun Bertema Belajar
  10. Pantun Bertema Kerajaan Banjar
  11. Pantun Bertema Adat Orang Banjar
  12. Pantun Bertema Banjir (Ba’ah)
  13. Pantun Bertema Hari Ibu
B. Laporan dan Komentar Perjalanan ke Pasar Terapung dan Pulau Kembang

1.      Pantun Bertema Budaya Banjar
Pemenang Zainal Arifin  dari Handil Manarap
1.      Urak payung diwaktu hujan
Supaya awak kada kabasahan
Bagutung ruyung basiang jalan
Budaya laluhur harus dilestarikan.
2.      Ayu manuntun barang sapakan
Jangan lupa membawa teman
Budaya bapantun harus dlestarikan
            Supaya tak hilang dimakan jaman.
                          








2.      Pantun Bertema Banjarmasin
1.      Hari senin harinya panas
Bakajutan handak minum jus kanas
Banjarmasin orangnya bungas – bungas
Makanya dinamai Banjarmasin bungas.
2.      Ada kai manukar rambutan
Tapi sidin takutan bapanas
Amun pian handak datang nyaman
Datangi ja Banjarmasin bungas
Pemenang Imam dari Anjir
1.      Labat – labat buah rambutan
Di kindit – kindit hagan bajual
Banjarmasin bungas kota bangaran
Ibu kotanya provinsi Kalimantan Selatan.
2.      Makan soto banjar belah katupat
Andak di mangkuk di bagi - bagi
Banjarmasin kota yang sehat
Sampah wan ratik kita barasihi.
3.      Baras putih baras lakatan
Di dalamnya sipucuk katu
Salh khilaf mohon di maafkan
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarokatu.

3.      Pantun Bertema Bebas
1.      Amang Udin bajual paring
Paring diandak dihiga tajau
Ulun kada kawa guring
Kaganangan nang pian baju hijau.
2.      Jalan – jalan keliling dunia
Cuma beli akuarium
Yang paling membuatku bahagia
Saat melihatmu tersenyum.











4.      Pantun Bertema Idul Adha
1.      Amang Ipul manambal gigi
Manambal gigi diwadah Imi
Idul adha satumat lagi
Mari kita basilaturahmi.
2.      Banyak orang maangkat papan
Sakalinya takana pipi
Idul adha hari raya qurban
Banyak orang manyambalih sapi.
Pemenang Sahri dari Bati – Bati
1.      Buah kulanda di ujung dahan
Ambil buluh juluk kurangi
Selamat hari raya ulun ucapkan
Isuk kita bahari raya haji.
2.      Masam – masam buah katapi
Ambil kulitnya di ulah dadakan
Amun kada kawa bakurban sapi
Barang haja bakurban perasaan.





5.       Pantun Bertema Sekolah
1.      Nukar semangka buruk sebalah
Tapi sayang kadada yang maunya
Sekolah jangan asal sekolah
Tuntutlah ilmu setinggi – tingginya.
2.      Tulak ke pasar naik kendaraan
Ke pasarnya nukar tikar
Anak sekolahan jangan bepacaran
Lebih baik giati belajar
Pemenang Irus dari Sitambul
1.      Jangan dialih andakan arit
Pina ngalih mancari’i
Jaman ngalih mancari duit
Anak sakulahh jangan diampihi.
2.      Buah kuini kuyak barataan
Hanya dibawa kayah mintuha
Sakulah tinggi banyak bayaran
Mun kada kawa minta beasiswa.









6.      Pantun Bertema Sumpah Pemuda
1.      Tulak kepasar naik sepeda
Handak manukar hintalu karuang
Satumat lagi sumpah pemuda
Ayu kita tingkati semangat juang.
2.      Kota Jatim kota Jember
Ada lalu burung garuda
Kami tahu 28 oktober
Hari jadi sumpah pemuda.
Pemenang Ita dari Banjarmasin
1.      Hidup apik perluas wadah
Handak begawi baca basmallah
Wujudkan semangat sumpah pemuda
Agar Negara kada pecah belah.
2.      Jual kaos obral harga murah
Ada kesempatan jangan di tunda
Mari kita terus membangun daerah
Dengan semangat sumpah pemuda.

7.      Pantun Bertema Tahun Baru Hijriyah
1.      Dari Banjar ke Mataram
Cuma handak tetamu Bayah
Satumat lagi satu muharam
Awal tahun baru hijriyah.
2.      Acil Aluh manukar kupiah
Manukar kupiah di warung Diyah
Mari sambut dengan meriah
Awal tahun baru hijriyah.
Pemenang : Dani dari Anjir
1.      Anak saluang si anak haruan
Timbul tinggalam banyalam – nyalam
Hari ini ulun maucapakan
Selamat tahun baru islam.
2.      Tatak sabilah kayu girik
Bilahannya di tumpang talu
Isuk awal tahun yang baik
Baca bismillah badahulu.



8.      Pantun Bertema Pariwisata
1.      Pasar kamis pasarnya rami
Banyak bejualan iwak masin
Pasar terapung pasarnya rami
Wisatanya buhan Banjarmasin.
2.      Dari Surabaya ke Madura
Singgah satumat nukar gula batu
Pasar intan ada di Martapura
Banyak wisatawan yang ke situ.
Pemenang Rahmaniah dari Banjarmasin
1.      Handak malihat warik bakantan
Tulak bakalotok ka pulau kambang
Pariwisata di banua kita lestariakan
Pariwisata rami nang datang.
2.      Lombok rawit padas liwarnya
Anak di panai pirik lawan batu
Tulak pariwisata rami banar
Jangan kada ingat lawan waktu.


9.      Pantun Bertema Belajar
1.      Melihat hantu melayang – layang
Sambil melihat sambil mengejar
Amun pian sudah sembahyang
Ambillah buku gasan belajar.
2.      Makan pisang di pelatar
Sambil melihat bibi jamu
Kita – kita harus belajar
Supaya banyak dapat ilmu.
Pemenang : Rahmatullah dari Astambul
1.      Tuhuk begawi awak uyuh
Amun malam minum baras kancur
Tulak mencari duit nang si abah
Kakankan nang sakulah balajar bujur – bujur.
2.      Gumbili ganalan sudah babungkah
Ulahi gangan buati santan
Hari – hari kakankan balajar di sakulah
Dapat ilmu gasan sangu dalam kehidupan.




10.  Pantun Bertema Kerajaan Banjar
1.      Manukar wadai gasan mintuha
Wadai asli orang Banjar
Pangeran Suryanata raja di Daha
Pangeran Samudera raja di Banjar.
2.      Acil Ina tulak ke kota
Handak menukar keripik renyah
Pangeran Suriansyah raja kita
Selalu berjuang tanpa menyerah
Pemenang : Niah dari Banjarmasin
1.      Mahibak jukung awan muatan
Handak balarut ka sungai Kuin
Banua Banjar mahibak karajaan
Kada kalah wan karajaan lain.
2.      Kambang kastila di ulah gangan
Sampai ke akar cungkal kaladi
Kerajaan Banjar kita kenalakan
Supaya tahu sampai wayah ini.



11.  Pantun Bertema Adat Orang Banjar
1.      Baarisan di tangah pasar
Padang orang bajualan
Bahadrahan adat orang Banjar
Yang patut kita lestariakan.
2.      Neil amstrong handak ka bulan
Tapi pesawatnya balum jadi
Amun binian hamil 7 bulan
Lakasi ja mandi – mandi.
Tidak ada pemenang









12.  Pantun Bertema Banjir (Ba’ah)
1.      Minum es sambil manggitir
Sekalinya ading datang memanderi
Siapa tahu akibat banjir
Itu oleh taangan kita sendiri.
2.      Nyamannya makan bapapiringan
Makan tapai lawan umanya
Buang sampah jangan sembarangan
Amun banjir kita jua nang ngalihnya.
Pemenang Niah dari Marabahan
1.      Manatak gadang di waktu hujan
Gadangnya larut sampai ka simpang
Mutur muguk di tangah jalan
Akibat banjir sampai ka pinggang.
2.      Makan wan minum badua kakasih
Supaya rakat sampai ka palaminan
Pemerintah Banjarmasin nang sugih – sugih
Tulung hati akan daerah nang kebanjiran.



13.  Pantun Bertema Hari Ibu
1.      Masak mie sambil membuat bumbu
Sambil memasak sambil meingkut ember
Tanggal berapa hari ibu
Hari ibu tanggal 22 Desember.
2.      Bajalan – jaan tahirup dabu
Bajalannya handak ka Mintin
Ayo kita peringati hari ibu
Dengan cara berbakti wan sidin.














B. Laporan dan Komentar Perjalanan ke Pasar Terapung dan Pulau Kembang
Wisata Pasar Terapung Lok Baintan dan Pulau Kembang
            Sekitar pukul 05.30 WITA kami berkumpul di Masjid Sultan Suriansyah,Kuin. Tidak lama kemudian kami pun berangkat untuk mengunjungi beberapa tempat  wisata di Banjarmasin yaitu Pasar Terapung Lok baintan dan Pulau Kambang. Untuk mencaapai kedua lokasi tersebut kami menyewa 4 buah klotok (sejenis perahu motor) dari sebuah dermaga kayu sederhana di pinggiran kota Banjarmasin.
            Dalam perjalanan saya melihat rumah – rumah penduduk yang berjejer di sepanjang teepi sungai, terdapat juga beberapa tempat penggilingan padi, rumah ibadah (masjid), rumah penangkaran burung wallet, dan toko atau warung klontong. Saya juga melihat rumah – rumah penduduk yang berada di sisi kanan pelintasan (lebih dekat ke pusat kota Banjarmasin) umumnya di dirikan membelakangi sungai. Sebaliknya, rumah - rumah penduduk yang berada di sisi kiri umumnya menghadap ke sungai. Kondisi ini menandakana bahwa penduduk yang berada di sisi kanan telah banyak menggunakan alat transportasi darat. Sementara baangunan seperti took dan tempat penggilingan padi, baik sisi kiri maupun sisi kanan tetap menghadap ke sungai, sehingga perdagangan dapat di lakukan lewat sungai.
            Setelah saya amati umumnya yang melakukan kegiatan dagang adalah perempuan. Beberapa di antaranya membawa anak – anak balita, tapi umumnya seorang diri dalam satu perahu. Mereka membawa atau menggunakan topi anyaman daun bundar untuk berlindung dari sinar matahari atau hujan. Tampak juga beberapa perempuan menggunakan sejenis pupur wajah. Sedangkan dagangan yang di bawa di atas perahu itu umumnya hasil pertanian dan perkebunan. Terapat sayur – sayuran segar, seperti daun singkong, daun pepaya, lengkuas merah, cabe, umbian talas, dll. Juga banyak terdapat buah – buahan segar, seperti mangga, jeruk khas Banjar (limau), pisang, pepaya, rambutan dan lainnya. Sementara yang di jual dalam skala yang lebih kecil adalah ikan atau hasil laut lainnya sert kue – kue tradisional.
            Selanjutnya kami mengunjungi Pulau Kembang. Pulau Kembang adalah objek wisata yang jarang terlewatkan apabila orang mengunjungi Pasar Terapung. Selain tempatnya yang berada di sekeliling sungai dan berbentuk pulau kecil juga mudah di kunjungi.  Di Pulau Kambang ini terdapat ribuan kera (warik) yng selalu dating mendekat ke arah pengunjung, terlebih laagi jika mereka sedang lapar. Tidak jarang kera – kera itu merebut benda – benda yang ada di tangan pengunjung.
            Selain menyaksikan ulah kera – kera jenaka, pengunjung juga dapat menonton kera – kera yang paandaai berenang di sungai. Pengunjung juga dapat berinteraksi dengan kera – kera jika berada di kawasan itu, bahkan merasakan sensasi saat di kerubuti kera – kera. Saat menelusuri lintasaan jalan di utan wisata, keraa – kera mengikuti sambil berloncatan dari dahan ke dahan sambil mengunyah atau menggendongg anaknya.
            Namun, tak sedikit dari pengunjung justru berani dan senang memberikan kacang atau pissang kepada kera – kera itu. Ulah kera – kera yang nakal itu memang membuat pengunjung merasa geli bercampur takut dan terkejut teermasuk saya. Tak semua kera itu nakal, ada juga yang sok akrab dan bersahabat tetapi tak sedikit yang liar dan usil. Seperti menunggu majikannya, mereka siap menyambut dengan ringisannya yang khas. Meskipun demikian, barang – barang seperti tas, kaca mataa, dompet, dan telepon seluler harus di simpaan baik – baik, jangan sampai di rebut dan di bawa kabur ke atas pohon.
            Selain menikmati ulah kera yang jenaka, pengunjung jug bias merasakan hawa sejuk di kawasan hutan di Pulau Kembang yang banyak pohon itu. Tidak terasa jam pun menunjukkan pukul 10.30 WITA dan waktunya kami untuk pulang.

Kritik dan Saran untuk Pasar Terapung, Lok baintan dan Pulau Kembang
            Menurut saya, untuk pengelolaan potensi wisata Pasar Terapung sampai saat ini masih terkesan kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Saya menyarankan agar Pasar Terapung ini mendapat polesan sehingga nuansa objek wisata andalan Kalsel ini semakin di lirik wisatawan lokal dan mancanegara. Selanjutnya untuk Pulau Kembang menurut saya kebersihannya harus di perhatikan lagi karena saya melihat banyaak sampah – sampah yang berserakan contohnya saja seperti kacang – kacang, kulit pisang, dan plastik – plastik lainnya. Untuk mengatasi semua itu maka saya menyarankan agar para pengurus Pulau Kembang lebih memperhtikan lagi tentang sampah – sampah tersebut agar tidak merusak mata pengunjung yang dating dengan melihat sampah – sampah yang berserakan tersebut.
            Sama halnya deenga Pasar Terapung maupun Pulau Kembang kita sebagai pemuda dan pemudi Banjarmasin seharusnya mempromosikan objek wisata yang ada di Banjarmasin khusunya Pasar terapung dan Pulau Kembang, karena dikhawatirkan jika tidak di kelola dan di tangani dengan maksimal lambat laun Pasar Terapung dan Pulau Kembang hanya tinggal cerita. Maka dari itu, marilah kita mempromosikan objek wisata kita khususnya yang ada di Banjarmasin ini agar tidak hany meninggalkan cerita saja nantinya.
 

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template